Langkahnya
tak selebar daun kelor. Hanya bisa menggerakan beberapa centimeter saja dari
pijakan awalnya. Itupun tak lagi seirama. Kegesitannya selama ini, rapuh
termakan usia. Sesekali lelaki di ujung senja itu, menghentikan langkahnya
untuk sejenak menghela nafas.
Memasuki sebuah masjid, hanya hamparan
sajadah hijau yang menyambut keikhlasan hatinya bersujud. Juga tiga orang
kawannya yang usianya tak jauh berbeda darinya. Lelaki tua itu, lekas mengambil
posisi dan melaksanakan shalat tahyatul masjid. Dengan susah payah ia
membungkukkan punggungnya. Bukan, bukan karena kesombongannya sehingga ia sulit
tuk menghina dina dirinya dihadapan Tuhan. Lebih karena, ia tengah berada
di batas kekuatannya sebagai manusia.
Matanya sesekali terpejam. Mencoba
meresapi makna do’a yang terucap. Gerakan demi gerakan ia tunaikan, hingga ia
mengakhiri dengan sepasang salam. Menunggu senandung iqamah, tak jua ada yang
datang. Untuk kesekian kalinya, masjid itu hanya dipenuhi empat orang lelaki
yang renta.
Sedang
di sisi lain, seorang pemuda terdengkur lelap. Matanya letih, selepas melumat
beragam tontonan yang disajikan stasiun televisi. Hingga mentari menapak di
peraduannya. Kedua matanya belum jua terbuka. []
Peru, 2 November 2012
~Kevin Khomaeni
0 komentar:
Posting Komentar