(pict. unikom.ac.id)
Meski waktu adalah pedang, tak pernah
kita punya perasaan bila sewaktu-waktu bisa terpenggal karenanya.
Waktu
semakin tipis. Tapi kesabaran tak bertambah tebal. Waktu kian habis. Namun
belum juga kita sampai pada titik nalar yang benar.
Kita
dituntut untuk selalu sadar. Sadar dalam menjalani waktu, karena sesungguhnya
kita sedang mencipta sejarah. Sejarah apa yang telah kita cipta setahun,
sebulan, atau seminggu yang lalu? Sebuah pertanyaan yang layak untuk
dilayangkan berulang-ulang. Bukan hanya pada diri sendiri, tapi juga pada
karib, kawan, bahkan lawan. Sejarah apa yang sedang disulam?
Sejarah
tak selamanya harus kisah-kisah besar, heroik, atau yang mengagumkan. Bisa saja
hanya sejarah lokal yang beredar di antara penduduk sebuah kota kecil. Bisa
juga sejarah yang lebih kecil, yang cukup dikenang anak dan cucu dikemudian hari.
Tapi sungguh, mencipta sejarah adalah sesuatu yang harus dipikirkan.
Hidup
bukanlah rangkaian waktu yang terjadi begitu saja. Dari tiada, lalu lahir,
besar, tua, lantas menghilang. Sungguh tak seperti itu yang terjadi sebenarnya.
Kita akan ditanya tentang waktu yang telah berlalu. Ke mana saja waktu
dihabiskan selama ini?
Waktu
adalah pedang, begitulah pepatah Arab berkata. Tapi sekali lagi, meski waktu
adalah pedang, tak pernah kita punya perasaan bila sewaktu-waktu bisa
terpenggal karenanya. Kita masih banyak menjalani waktu tanpa rencana. Kita
masih menghabiskan waktu tanpa kesadaran mencipta sejarah. Kita menjalani
waktu, seolah kesemuanya itu tanpa ada pertanggung jawaban. Waktu akan terus
mengapung dalam ruang hidup, meminta jawab dan selalu mengajukan pertanyaan.
Sungguh
kita tak diajarkan untuk menjalani hidup apa adanya. Rasul saja merancang
hidupnya, merencanakan dakwahnya begitu matang. Tabiat merancang kehidupan pun
terwarisi oleh sahabat dan uswah
teladan lainnya. Hidup mereka tidak mengalir begitu saja. Mereka memikirkan apa
yang akan terjadi pada waktu yang akan datang dan peran apa yang harus
dimainkan.
Peranan
dalam sejarah harus kita tentukan. Kita tak bisa lagi membiarkan waktu berlalu
tanpa peran dan jejak-jejak kaki kita. Tentu saja sejarah yang cemerlang yang
diingat dan dituturkan dengan bangga. Dan untuk itu, hanya ada satu cara
membangunnya. Seperti kata Nabi, kita harus menjadikan tahun ini lebih baik
dari tahun kemarin. Bulan ini harus lebih baik dari bulan kemarin, dan hari
ini, harus lebih cemerlang dari hari kemarin. Bismillah waulaahu’alam. (edited)[]
*dirangkum
dari buku Herry Nurdi ~Living Islam~, Lingkar Pena: 2011
0 komentar:
Posting Komentar